SPMB: Solusi Menuju Sistem Penerimaan Murid Baru yang Lebih Adil dan Transparan kah?

Pada bulan Mei, masyarakat Indonesia khususnya dunia pendidikan akan memperingati Hari Pendidikan Nasional atau dikenal dengan Hardiknas. Dengan Hardiknas, masyarakat akan mengenang pendidikan dahulu, mengamati pendidikan sekarang, dan memimpikan pendidikan yang akan datang. Tidak sekedar membandingkan, namun dari sini akan ada perenungan pendidikan yang dahulu untuk diperbaiki demi ke depan yang lebih baik. Perenungan bukan hanya indahnya prestasi, namun juga susah-sedihnya dengan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan tersebut adalah Penerimaan Peserta Didik Baru.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selama ini seringkali menjadi sorotan publik, baik karena maraknya praktik kecurangan maupun ketidakadilan dalam akses pendidikan. Sistem zonasi yang diterapkan pada PPDB sebelumnya, meskipun memiliki niat baik untuk menciptakan pemerataan pendidikan, sering kali menimbulkan masalah baru seperti ketidakakuratan peta koordinat dan kesulitan bagi siswa yang tinggal jauh dari sekolah.

Terdapat sejumlah masalah signifikan yang muncul selama penerapan sistem PPDB. Beberapa masalah utama tersebut antara lain:

  1. Kecurangan dalam Proses Pendaftaran

Salah satu isu terbesar yang mengemuka adalah adanya dugaan manipulasi data, pemalsuan dokumen, dan praktik titipan siswa. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sekitar 30% praktik kecurangan dalam PPDB melibatkan manipulasi jalur pendaftaran, seperti jalur prestasi atau jalur afirmasi.

  1. Kurangnya Akses bagi Siswa dari Keluarga Kurang Mampu

Meskipun ada kebijakan zonasi yang bertujuan untuk mempermudah akses siswa, kenyataannya banyak siswa dari keluarga kurang mampu yang kesulitan mengakses sekolah favorit atau sekolah berkualitas karena keterbatasan daya tampung dan jarak yang jauh. Menurut survei dari Indonesian Survey Institute (LSI) pada tahun 2021, sekitar 40% siswa di daerah perbatasan dan terpencil tidak memiliki akses yang memadai ke sekolah negeri berkualitas.

  1. Ketidakadilan dalam Proses Seleksi

Banyaknya keluhan tentang tidak transparannya seleksi dalam PPDB menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penerimaan murid baru. Misalnya, siswa yang sebenarnya memiliki nilai yang baik dan sesuai dengan kriteria sering kali tersisih karena adanya jalur khusus atau titipan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggantikan sistem PPDB dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Peraturan Menteri yang mengatur SPMB tersebut adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025. Permendikdasmen ini membahas tentang pelaksanaan PPDB, termasuk jalur penerimaan, persyaratan, dan ketentuan lainnya. Selain itu, terdapat juga pedoman atau panduan yang menguraikan lebih lanjut pelaksanaan PPDB sesuai dengan Permendikdasmen tersebut.

SPMB hadir untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut, dengan menitikberatkan pada beberapa solusi utama:

  1. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas

Salah satu perbaikan terbesar dalam SPMB adalah penerapan peraturan yang lebih jelas dan pengawasan yang lebih ketat. Dengan teknologi yang diterapkan untuk memantau proses seleksi, masyarakat bisa melihat proses seleksi yang lebih transparan. Penggunaan platform digital untuk pendaftaran dan seleksi juga membantu mengurangi manipulasi manual dan meningkatkan akuntabilitas.

Data dari Kemendikbud mencatat bahwa pada penerimaan tahun ajaran 2023, lebih dari 85% pendaftaran dilakukan secara online, mengurangi risiko kecurangan yang terjadi pada pendaftaran manual.

  1. Peningkatan Akses untuk Siswa Kurang Mampu

Dengan memperkenalkan jalur afirmasi dan memperbaiki kualitas pendidikan di daerah-daerah yang kurang berkembang, SPMB memberikan kesempatan lebih luas bagi siswa dari kalangan ekonomi rendah. Program ini mencakup pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di daerah tertinggal dan peningkatan kualitas guru yang merata di seluruh Indonesia. Sebuah laporan dari World Bank pada 2022 menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil meningkatkan jumlah sekolah di daerah pedesaan sebanyak 15% dalam tiga tahun terakhir.

  1. Penguatan Pengawasan dan Saluran Pengaduan

Salah satu langkah penting dalam SPMB adalah penguatan pengawasan dan penyediaan saluran pengaduan yang lebih efektif. Hal ini memastikan bahwa setiap keluhan atau potensi kecurangan bisa segera ditangani dengan tegas. Laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2023 menyebutkan bahwa lebih dari 200 kasus pengaduan terkait PPDB berhasil diselesaikan melalui saluran pengaduan yang lebih terstruktur.

  1. Sosialisasi yang Lebih Baik

Kurangnya informasi yang jelas selama PPDB sebelumnya sering menjadi kendala bagi orang tua dan siswa. Oleh karena itu, salah satu prioritas dalam SPMB adalah memperbaiki sosialisasi mengenai prosedur pendaftaran. Melalui portal informasi resmi dan media sosial, serta penyuluhan langsung kepada masyarakat, diharapkan seluruh pihak dapat mengakses informasi yang lebih mudah dan transparan.

Meskipun SPMB menawarkan solusi yang lebih baik, masih ada tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah implementasi sistem zonasi yang terkadang tidak akurat, terutama di daerah-daerah terpencil. Meskipun pemerintah telah memperbaiki peta koordinat, kesulitan geografis dan administratif tetap menjadi hambatan bagi siswa yang tinggal di daerah perbatasan antarprovinsi atau kabupaten/kota.

Selain itu, meskipun ada upaya untuk meningkatkan akses pendidikan, masih banyak sekolah yang memiliki keterbatasan fasilitas dan kualitas pengajaran yang perlu diperbaiki. Data dari BPS 2023 menunjukkan bahwa sekitar 25% sekolah di daerah terpencil masih kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang memadai dan akses internet.

Hubungan dengan Sekolah Swasta

Tidak dipungkiri, disamping Sekolah Negeri yang menjadi favorit Siswa dan Orang tua, terdapat banyak Sekolah Swasta yang juga menjadi favorit dan impian. Sekolah Negeri dengan support dari Pemerintah baik moril dan matriil akan menjadi magnet untuk menimba ilmu. Fasilitas yang tercukupi dan Guru yang kompeten menjadi beberapa pertimbangan. Sedangkan Sekolah Swasta akan mencoba survive menarik minat Siswa dan Orang tua dengan sumber daya yang ada. Memang ada support Pemerintah untuk Sekolah Swasta demi menunjang operasional, namun hal itu butuh usaha keras lagi untuk survive dan kompetitif. Fakta di lapangan bahwa Sekolah Swasta lebih banyak dibanding Sekolah Negeri.

Di Jawa Timur, terdapat lebih banyak sekolah swasta daripada sekolah negeri. Secara nasional, sekolah negeri juga lebih banyak daripada sekolah swasta. Total sekolah di Jawa Timur: 67.440, Sekolah negeri: 19.823, Sekolah swasta: 47.617. Perbandingan secara Nasional: Sekolah negeri: 164.585 unit, Sekolah swasta: 54.877 unit. Data ini merujuk pada tahun 2022/2023. Data ini hanya mencakup data yang berasal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Kaitannya dengan SPMB yang dicetuskan oleh Pemerintah, semoga juga akan memberi kabar indah bagi Sekolah Swasta. SPMB memberikan rambu-rambu yang jelas tentang Penerimaan Murid Baru. Apabila tidak memenuhi aturan dan persyaratan, Calon Siswa atau Murid Baru akan beralih ke Sekolah Swasta. Begitu juga bagi Sekolah Negeri, mari laksanakan SPMB dengan benar dan jujur. Sama-sama dalam usaha melaksanakan amanah Negara untuk mencerdasrakn kehidupan bangsa.

Secara keseluruhan, SPMB menawarkan sejumlah solusi positif terhadap masalah yang ada dalam sistem PPDB sebelumnya. Dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan peningkatan akses bagi siswa kurang mampu, SPMB memiliki potensi untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih merata dan adil di seluruh Indonesia. Namun, tantangan dalam implementasi, seperti akurasi sistem zonasi dan kualitas fasilitas pendidikan, masih memerlukan perhatian lebih lanjut dari pemerintah. Melalui kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat, SPMB bisa menjadi fondasi bagi perbaikan sistem pendidikan yang lebih baik di masa depan.

Mampukah pemerintah daerah mengelola rayonisasi dengan adil? Apakah jalur prestasi dan afirmasi benar-benar selektif dan transparan? Dan bagaimana pengawasan independen bisa dilakukan agar tidak terjadi kebocoran aturan? Solusi SPMB 2025 menghadirkan harapan baru. Tapi tanpa keterlibatan aktif masyarakat, transparansi, dan kemauan politik yang kuat dari daerah, reformasi ini bisa berakhir sebagai kebijakan baik yang lumpuh di tangan implementasi.

Penulis: AGUS AL CHUSAIRI (Mahasiswa S2 Pedagogi UMM)

banner_event3
Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Threads