Setiap tanggal 2 Mei, Bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan Hardiknas ini menjadi pengingat sebuah kesadaran tentang betapa pentingnya pendidikan sebagai kunci kemajuan bangsa.
Jauh ribuan abad tahun lalu, sebelum adanya kesadaran bangsa Indonesia, Islam sebagai agama paripurna dan sempurna, khususnya melalui firman Allah Swt. yang pertama kali diturunkan dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, mengingatkan pentingnya pendidikan melalui perintah “membaca”.
Perintah itu bermakna luas, meliputi membaca, menulis, memahami segala ciptaan Allah Swt. Baik ciptaan yang terhampar luas di alam raya, serta kejadian manusia dari “nutfah” saripati tanah (sperma). Seluruh peristiwa tersebut mendorong upaya manusia untuk belajar dan memperoleh ilmu sehingga mampu memajukan pendidikan untuk terus-menerus berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu Allah juga memberi ganjaran kepada manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan dengan tingkatan derajat yang lebih, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam surat al-Mujadilah 11: “Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat.”
Ayat di atas ini sekaligus memberikan tentang perlunya integrasi antara iman dan ilmu. Iman dan ilmu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Iman memang cukup untuk membuat seseorang lebih terarah kepada kebaikan dan mempunyai apa yang disebut sebagai “itikad baik”.
Akan tetapi bila iman tidak dilengkapi dengan ilmu, praktik-praktik keagamaan tidak akan ada gunanya. Namun tanpa ajaran dan pengertian lebih tentang iman, ilmu sendiri saja dapat menghasilkan celaka, dapat dikatakan lebih celaka dari orang lain yang tidak berilmu karena dapat melahirkan kerusakan, kehancuran, dan ketidakadilan.
Pendidikan dalam perspektif Muhammadiyah
Muhammadiyah dikenal karena perhatiannya terhadap pendidikan. Muhammadiyah meyelenggarakan pendidikamln dengan tujuan untuk “mewujudkan manusia muslim yang bertaqwa, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, cinta tanah air, berguna bagi masyarakat dan negara serta beramal menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
Pendidikan Muhammadiyah bersifat komprehensif menyangkut berkembangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif. Pendidikan Muhammadiyah sebagaimana yang pernah dipraktikkan oleh K. H. Ahmad Dahlan saat mengajarkan surat al-Maun yang diulang berkali-kali sebelum dipraktikkan oleh santrinya. Tujuannya agar tumbuh sikap kedermawanan dan empati terhadap si miskin sebagai implementasi dari pengetahuan yang telah Beliau ajarkan.
Ini pula yang difahami oleh Ki Hajar Dewantara terhadap keharusan pendidikan yang lebih mengedepankan keteladanan, seperti falsafah nya “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri hadayani”. Seorang pendidik harus mampu memberi contoh keteladanan, membimbing, dan memberikan motivasi kepada anak didiknya secara terus-menerus sehingga menjadi manusia paripurna.
Tema Hardiknas tahun 2025 ini adalah “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.” Tema ini menggugah kesadaran negara untuk menciptakan pendidikan bermutu secara kolaboratif sebagai syarat kemajuan suatu bangsa. Selain itu juga memberikan kepada seluruh warga negara untuk mengembangkan pendidikan yang lebih merdeka. Hal tersebut sejalan dengan motto Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Non-Formal PDM Bojonegoro, yaitu “pendidikan berkemajuan dan berkeadaban.”
M. Yazid Mar’i