Salah satu kalimat motivasi yang populer adalah kalimat ini: memulai dari akhir. Sepintas kalimat itu tampak bertolak belakang, tetapi memiliki makna yang konseptual. Kata “akhir” dalam kalimat itu dimaknai sebagai tujuan. Tujuan akan memandu jalan, tujuan dapat mengarahkan gerak, dan tujuan menjadi pegangan saat kehilangan arah dan melenceng dari jalur yang semestinya. Maka, ketika memulai dari akhir, memulai sesuatu, apa pun itu, harus tahu dan memiliki tujuan.
Allah Swt. adalah Maha Pengatur. Dia mengatur segalanya, dari penciptaan yang bersiifat universal, maupun dalam bentuk detail-detail yang khusus. Tidak ada yang luput dari pengaturannya. Saat Allah Swt. menciptakan manusia, semuanya sampai ke detail-detailnya, telah disiapkan dengan sangat rapi. Manusia diciptakan kemudian diturunkan ke bumi dengan segala pendukung kehidupan yang serba ada: Udara, air, sinar matahari. Tidak hanya itu, manusia diberikan pula alat untuk dapat bertahan hidup dengan baik di bumi, yaitu akal pikiran dengan segala daya dan kehendaknya. Tidak kalah penting, Allah Swt. memberikan manusia pedoman, tuntunan, dan ajaran agar berhasil dalam mencapai misi dan tujuan hidupnya.
Detal sekali: Ada tujuan, diberikan petunjuk dan pedoman, dibekali potensi akal. Begitulah hakikat manusia dalam siklus penciptaannya. Manusia yang sukses dalam hidupnya adalah manusia yang memahami pedoman serta petunjuk Allah Swt. dengan akal pikirannya kemudian melaksanakan pemahamannya itu dalam kehidupannya. Tujuan hidup manusia tercapai saat akal pikiran manusia menurut pedoman dan petunjuk dari Allah Swt. “Segala maksud dan tujuan semua makhluk itu pasti dapat dicapai apabila menurut jalan dan waktunya. Sebab semua keadaan dan kejadian itu adalah kehendak Allah. Dan tuhan telah menyediakan segala keadaan yang dimaksudkan manusia,” kata Ahmad Dahlan.
Memulai dari akhir, berarti memulai segala sesuatu dengan memahami tujuan yang ingin dicapai. “Sesungguhnya tidak ada yang lain dari maksud dan kehendak manusia itu adalah menuju kepada keselamatan dunia dan akhirat,” wasiat Kiai Dahlan. Manusia, dengan segala upaya jibaku dalam hidupnya, tidak lain untuk mencapai derajat keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia sekarang dan di akhirat kelak. Menjadi siapa pun, berprofesi apa pun, tujuan akhir hidup manusia adalah tercapainya selamat dan bahagia itu. Tidak lain. Kuantitas dalam capaian materi, kepandaian, dan jabatan, seharusnya diukur kualitasnya dengan taraf kebahagiaan dan rasa keselamatan lahir dan batin yang dirasakan.
Tujuan hidup manusia di atas, tidak akan tercapai jika manusia tidak berbuat, berproses, dan beramal. Perbuatan, proses, dan amal manusia tidak bisa sembarangan, dan asal-asalan, tetapi harus dengan perbuatan, proses, dan amal yang terbaik. Tidak mungkin mencapai hasil terbaik, jika tidak diiringi dengan upaya terbaik. “Adapun jalan untuk mencapai maksud dan tujuan manusia tersebut harus dengan mempergunakan akal yang sehat. Artinya adalah akal yang tidak terkena bahaya,” kata Kiai Dahlan.
Akal yang sehat adalah modal pentng untuk memiliki amal dan perbuatan terbaik. Sungguh amal dan perbuatan tidak akan sempurna jika tanpa ilmu dan pemahaman yang baik. “Adapun akal yang sehat itu adalah akal yang dapat memilih segala hal dengan cermat dan pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil pilihannya tersebut,” lanjut Kiai. Akal sehat mampu memahami kebenaran dan kesalahan dengan cermat dan penuh pertimbangan. Tidak hanya dipahami, kebenaran yang dihasilkan akal yang sehat harus dilerjuangkan dengan jalan dilakukan penuh komitmen dalam tindakan sehari-hati.
Memiliki akal pikiran yang sehat merupakan kunci penting dalam upaya manusia mencapai tujuan bahagia dan selamat dalam hidupnya. Akal yang sehat tentu harus diupayakan dan dirawat agar terus berkembang dalam jalan yang semestinya. Akal yang sehat bukanlah kondisi statis, tetapi dinamis mengikuti pendidikan dan pemahaman pemiliknya. Oleh sebab itu, memilih pendidikan yang terbaik adalah keniscayaan. Akal pikiran manusia hanyalah potensi yang jika tidak dididik dan dikembangkan tidak akan menjadi aktual potensinya.
Akal manusia seumpama biji tumbuhan yang tertanam di dalam tanah, tamsil Kiai Dahlan. “Supaya bibit itu tumbuh dari bumi dan kemudian menjadi pohon yang besar, harus disiangi, disiram secara terus menerus,” kata Kiai Dahlan. Akal manusia, sebagaimana biji tanaman, juga memerlukan gizi dari makanan dan perawatan yang teratur. Akal manusia yang tidak dirawat dan diberikan gizi makanan akan layu dan tidak dapat tumbuh besar. Merawat dan memberi gizi bagi akal manusia ditempuh dengan cara selalu menyuplai akal pikiran manusia dengan ilmu dan pengetahuan.
Ilmu dan pengetahuan adalah gizi bagi tumbuh-kembang akal. Upaya terus-menerus memberikan ilmu pengetahuan bagi akal merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Manusia tidak akan mencapai tahap selamat dan bahagia tanpa memiliki akal yang kaya dengan ilmu pengetahuan. Akal yang tumbuh dengan nutrisi ilmu pengetahuan yang baik, akan menjadi penjaga dan penuntun manusia ke arah kebaikan dan kemaslahatan. Begitupun sebaliknya, akal yang diberi gizi dari ilmu pengetahuan yang salah dan buruk, akan memberikan keburukan dan kecelakaan.
Oleh sebab itu, Kiai Dahlan memberikan wanti-wanti, “Akan tetapi segala usaha menyiram akal dengan pengetahuan tersebut harus sejalan dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa.” Pendidikan dan segala upaya untuk memberikan ilmu pengetahuan bagi akal tidak semestinya bertentangan dengan kehendak, nilai, dan ajaran Allah Swt. Cara yang ditempuh dalam pendidikan sama pentingnya dengan tujuan dalam pendidikan.
Mendapatkan ilmu pengetahuan yang banyak, seharusnya tidak mengorbankan jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Akal sehat dengan banyaknya pengetahuan tidak akan tumbuh dengan ilmu pengetahuan yang didapat dengan kecurangan, ketidakjujuran, dan keculasan. “Pengetahuan manusia itu hanya akan diperoleh jika mendapat petunjuk Allah Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana,” tegas Kiai Dahlan.
Kiai Dahlan berpesan dua ilmu yang seharusnya dipelajari manusia untuk mengembangkan akal berpikirnya, yaitu ilmu logika (mantiq) dan bahasa. Ilmu logika memberikan pedoman dan acuan dalam menentukan kedudukan sesuatu dalam timbangan benar dan salah. Ilmu logika merupakan pedoman penalaran dalam menentukan kebenaran dalam kerangka berpikir manusia. “Setinggi-tingginya pendidikan akal adalah pendidikan dengan ilmu mantiq adalah suatu ilmu yang membicarakan sesuatu yang cocok dengan kenyataan sesuatu itu,” pesan Kiai.
Potensi manusia mengenal dan memberi nama atas segala benda-benda di dunia adalah pengetahuan dan kemampuan yang sangat asasi. Bahasa diciptakan manusia untuk menamai segala macam benda yang ada dalam kenyataan sehari-hari manusia. Bahasa merupakan alat manusia dalam komunikasi dan mengajarkan ilmu pengetahuan, ide, dan gagasan kepada pihak lain.
Tanpa bahasa, maka komunikasi dan kesinambungan antarorang juga antargenerasi tidak akan terjadi. Bahasa merupakan kesepakatan yang dibuat manusia untuk memberi nama terhadap pengalaman atas obyek faktual yang diterima dan pemahaman terhadap kejadian atau fenomena di sekitar, kemudian menyampaikan isi pikiran berdasarkan pengalaman dan pemikiran tersebut kepada orang lain. Ketersambungan antargenerasi terjadi karena adanya bahasa. “Sebab tidak ada manusia yang dapat mengetahui berbagai nama dan bahasa jika tidak ada yang mengajarnya, demikian juga orang yang mengajar itu mendapatkan ilmu dari guru mereka dan seterusnya,” kata Kiai Dahlan.
Kontributor: Ahmad Syauqi Fuady