Di akhir masa hidupnya, tahun 1923, Ahmad Dahlan pernah menyampaikan pidato dengan judul Kesatuan Hidup Manusia atau Tali Pengikat Hidup Manusia. Tulisan ringkas ini, yang dibuat dalam beberapa seri, bertujuan untuk menggali nilai, visi, dan ajaran penting yang Kiai Dahlan wariskan dalam pidatonya tersebut.
Kiai Dahlan menegaskan dalam pidatonya tentang tujuan hidup manusia. Hidup bahagia (senang) adalah tujuan yang diinginkan oleh setiap manusia dalam hidupnya. Kebahagiaan menjadi cita-cita yang diperjuangkan setiap manusia. Hidup bahagia, tidak hanya dikehendaki oleh seseorang saja. Hidup bahagia adalah kehendak manusia secara bersama-sama. Idealnya, dalam hidup, tidak ada seseorang pun yang hidupnya tidak bahagia. Tentu, pertanyaan selanjutnya muncul: Bagaimana cara manusia memperoleh hidup yang bahagia?
Kebahagiaan dalam hidup manusia, menurut Kiai Dahlan, menuntut ada syarat utama yang sangat penting: Persatuan hati manusia. Tanpa persatuan, mustahil terwujud kebahagiaan. Kekacauan, ketidakteraturan, dan kehancuran akan hadir dan menjadi aktual saat tiadanya persatuan antarumat manusia. Manusia yang berbeda-beda latar belakangnya, sejatinya satu, karena berasal dari nenek moyang yang sama: Adam a.s. dan Hawa.
Persataun antarumat manusia dimulai dari persatuan antar pemimpinnya. Para pemimpin hendaknya memiliki kesatuan hati sehingga menjadi seseorang yang menggerakkan, memotivasi, dan mengarahkan manusia lain untuk bersedia hati mewujudkan persatuan. Maka, mewujudkan persatuan adalah tugas penting dan berat dari seorang pemimpin. Pemimpin yang tidak sungguh-sungguh mengupayakan persatuan bukanlah pemimpin otentik yang sesungguhnya.
Kehadiran dan kemunculan pemimpin, secara organik, merupakan keinginan naluriah manusia untuk berhimpun dan berkelompok. Pemimpin dipilih dan dihadirkan untuk merekatkan ikatan, menguatkan kesatuan, dan meneguhkan himpunan dalam upaya mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Pemimpin yang tidak mengupayakan persatuan, menurut Kiai Dahlan, sejatinya tidak signifikan peranannya bagi manusia apabila dibandingkan sebelum ada pemimpin di dalam masyarakat.
Pemimpin ideal, menurut Kiai Dahlan, yang mampu mewujudkan persatuan antarumat manusia, memiliki tiga kriteria. Kriteria pertama yaitu pemimpin yang memiliki pengetahuan. Tiadanya pengetahuan menjadikan hati dan pikiran pemimpin menjadi sempit dan tidak lapang. Tiadanya kelapangan hati akibat kurangnya pengetahuan menyebabkan pemimpin jatuh ke arah perdebatan, saling berbeda pendapat, dan ujungnya lahir kerusakan. Pemimpin yang kurang pengetahuan, bagaikan seorang yang berjalan meraba-raba di tengah kegelapan. Kondisi ini tentu akan menyulitkan pemimpin dalam menentukan langkah bagi dirinya sendiri, apalagi bagi orang lain yang dipimpinnya.
Kriteria kedua adalah hadirnya tindakan nyata dari seorang pemimpin. Pemimpin sejati memimpin dengan tindakan dan perbuatan, bukan sekadar kata-kata semata. Kebanyakan pemimpin, menurut Kiai Dahlan, merasa telah berbuat dan memimpin jika telah memberikan suara dan pendapatnya, tanpa mewujudkan pendapatnya dalam perbuatan nyata. Pemimpin yang merasa senang dengan hanya mengungkapkan pendapatnya sesungguhnya hanya memuaskan hawa nafsunya sendiri saja.
Kriteria ketiga adalah pemimpin yang mengutamakan kepentingan manusia secara keseluruhan di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri. Sejatinya, saat seseorang menjadi pemimpin, hendaklah dia berdiri secara setara di atas semua kelompok. Seorang pemimpin, tegas Kiai Dahlan, tidaklah boleh merasa senang dan puas ketika kepentingan dirinya sendiri telah terpenuhi.
Hadirnya pemimpin merupakan hajat hidup manusia. Kriteria, kemampuan, dan kualifikasi seorang pemimpin dari masa ke masa mengalami transformasi/evolusi. Kriteria pemimpin efektif/ideal senantiasa mengikuti perubahan tuntutan dan semangat zaman yang diinginkan manusia. John Kotter dari Harvard menegaskan, “Leadership is very much related to change. As the pace of change accelerates, there is naturally a greater need for effective leadership.” Kiranya, tiga kriteria pemimpin ideal menurut Kiai Dahlan, senantiasa relevan dengan kondisi dan kebutuhan pada masa sekarang.
Penulis: Ahmad Syauqi Fuady