Kiprah ‘Aisyiyah Sejak Prakemerdekaan hingga Orde Baru

Kiprah Kiai Dahlan lewat Muhammadiyah diapresiasi baik oleh Pemerintah Indonesia dengan pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Ahmad Dahlan pada 27 Desember 1961. Salah satu sebabnya: “Dengan organisasinya Muhammadiyah bagian wanita atau Aisyiyah telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.”

Berdirinya ‘Aisyiyah menjadi bukti betapa Kiai Dahlan sangat memerhatikan nasib kaum perempuan. Pada peralihan abad ke-19 hingga abad ke-20, posisi perempuan masih tertinggal dan terbelakang. Belum ada perhatian khusus terkait dengan pendidikan bagi kaum perempuan. Kiai Dahlan bersama Nyai Walidah mendobrak kondisi ini dengan mengusahakan pendidikan bagi perempuan. “Dalam hal pendidikan bagi kaum wanita inilah Ahmad Dahlan jauh mendahului pembaharuan-pembaharuan muslim lainnya,” tegas Mukti Ali.

Buku “Posisi dan Jatidiri Aisyiyah Perubahan dan Perkembangan 1917-1998” karya Ro’fah, Ph.D ini awalnya adalah tesis penulis yang berjudul A Study of Aisyiyah: An Indonesian Women’s Organisation (1917-1998) saat meraih gelar master dari Institute of Islamic Studies McGill University, Montreal, Kanada. Sebagaimana judulnya, buku ini merekam kiprah ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muslim sejak kelahirannya tahun 1917 hingga tumbangnya Orde Baru tahun 1998.

Minat penulis melakukan kajian tentang ‘Aisyiyah dilandasi oleh kenyataan bahwa telah banyak cerdik-cendekia yang memelajari Muhammadiyah dalam berbagai sudut pandang keilmuan. Tidak ada satu pun dari karya-karya itu yang menguraikan peranan perempuan secara umum dalam pergerakan, atau dalam ‘Aisyiyah khususnya. Oleh karenanya, kajian ini adalah kajian pertama yang membahas perkembangan ‘Aisyiyah sebagai lembaga. Kajian ini tidak hanya menganalisis ‘Aisyiyah sebagai bagian dari Muhammadiyah namun juga merupakan lembaga yang telah berevolusi menjadi organisasi perempuan yang dinamis dan mandiri (hal. 4).

Secara keseluruhan buku ini terdiri dari tiga bab ditambah kesimpulan. Bab pertama membahas latar belakang kelahiran ‘Aisyiyah sebagai rangkaian tak terpisahkan dari  munculnya gagasan modernisme Islam serta berbarengan dengan munculnya gerakan kebangkitan nasional anti kolonialisme efek (kegagalan) kebijakan Politik Etis. Elit terdidik hasil Politik Etis menjadi aktor penting bagi pergerakan nasional, termasuk juga pergerakan perempuan.

Hingga tahun 1913, tidak ada sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda bagi perempuan. Baru tahun 1912 didirikan sekolah-sekolah putri (hal. 24). Keprihatinan atas tiadanya pendidikan bagi perempuan menggerakkan Kiai Dahlan untuk mendidik perempuan-perempuan yang tinggal di sekitar Kauman tahun 1914. Usaha mendidik kaum perempuan makin berkembang dengan dibentuknya Sopo Tresno. Kelompok pengajian Sopo Tresno ini menjadi cikal-bakal berdirinya ‘Aisyiyah pada 19 Mei 1917.

Bab kedua buku ini membahas kiprah ‘Aisyiyah sejak era prakemerdekaan hingga Orde Lama. Peristiwa penting Kongres Wanita Indonesia pertama pada tanggal 22-26 Desember 1928 menjadi awal kiprah ‘Aisyiyah dalam berinteraksi dan bergabung dengan pergerakan-pergerakan perempuan lain yang ada di Indonesia. Di masa Orde Lama, ‘Aisyiyah mengalami benturan keras setelah PKI menjadi sekutu terdekat Presiden Soekarno dengan Nasakom-nya.

Bab ketiga menjelaskan kiprah ‘Aisyiyah dalam pembenahan internal organisasi berupa dilema kedudukan ‘Aisyiyah apakah harus mandiri atau terpisah dari Muhammadiyah menjadi wacana yang berkembang kala itu (hal. 89). Selain itu, ‘Aisyiyah menjalankan program hasil adopsi dari ideologi Pembangunan Nasional pemerintah Orde Baru. Di antaranya adalah program Pembinaan Wanita Desa, Qoryah Thayyibah, Keluarga Sakinah. Tantangan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan gender menjadi isu yang perlu dihadapi ‘Aisyiyah pada akhir tahun 80-an.

Buku ini sesuai penilaian Penerbit Suara Muhammadiyah dalam bagian pengantar, adalah “referensi penting dan dokumentasi sejarah yang sangat kuat tentang ‘Aisyiyah.” Sebuah organisasi penggerak wanita muslim terbesar di dunia, ujar James L. Peacock (1986).

banner_event3
Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Threads