Kondisi mental atau psikis setiap orang berkaitan erat dengan ada tidaknya kebahagiaan yang ia rasakan. Hadirnya kebahagiaan menjadi tanda sehatnya mental seseorang. Tiadanya kebahagiaan menjadi salah satu pemicu munculnya gejala kejiwaan, dan lebih lanjut bisa berdampak kepada terjadinya penyakit mental. Tiadanya kebahagiaan biasanya terjadi beriring dengan kegelisahan dan kecemasan. Kedua hal terakhir ini terjadi karena ketidakmampuan beradaptasi dengan tuntutan, harapan, dan beban-beban kehidupan. Setidaknya begitu pandangan Zakiah Daradjat tentang kondisi mental atau jiwa seseorang.
Kesiapan dan keberhasilan dalam mendialogkan antara kondisi eskternal dalam banyak bentuk tantangan dan kesukaran hidup dengan kesiapan kondisi internal mental seseorang adalah kunci dari kebahagiaan. Kebahagiaan tercapai saat setiap pribadi dapat menjadi pribadi terbaik sesuai dengan potensi dan harapan yang disematkan kepadanya. Kebahagiaan tercapai saat ilmu yang dimiliki menjadi penuntun perilaku, sikap, dan tindakan dalam menghadapi tantangan dalam hidup. Kondisi mental yang bahagia mampu mengubah tantangan (challenge) sebagai kesempatan (chance) untuk melakukan perubahan dan perbaikan.
Sekarang bayangkan, kalimat ini “selalu siap sedia” dan “selalu bergembira”. Kalimat pertama bisa dibayangkan sebagai sebuah tuntutan, harapan, dan tantangan yang berasal dari eksternal. Terhadap tantangan eksternal, diminta untuk bersiap dan bersedia. Tidak hanya itu, ditegaskan kembali untuk selalu. Tanpa pernah tidak, tanpa pernah menolak, tanpa diiringi gerutu dan sesal. Selalu siap untuk menciptakan kebaikan-kebaikan strategis, begitu pula selalu tersedia untuk memenuhi perbuatan-perbuatan demi kebajikan bersama.
Permintaan dan harapan untuk selalu siap sedia, pada satu sisi adalah pengakuan atas kemampuan, potensi, dan keahlian yang dimiliki seseorang. Di sisi lainnya, merupakan peluang untuk menghadirkan amal dan perbuatan terbaik. Amal terbaik tidak hanya, seperti sajaknya W.S. Rendra, sebagai pelaksanaan kata-kata, lebih dari itu adalah perwujudan dari rasa cinta. Cinta, sebagaimana Ibnu Qayyim, adalah gerak jiwa dari pencinta kepada yang dicintainya. Pencinta adalah seseorang yang memberikan amal perbuatan terbaik kepada yang dicintainya sebagai perwujudan cinta. Amal perbuatan terbaik, menukil sajaknya Rene de Clerq, adalah cara utama untuk menumbuhkan, memajukan, dan mencerahkan.
Rasa cinta yang mendalam dengan semangat memberikan amal perbuatan terbaik merupakan predikat yang layak senantiasa dihadirkan dan diperjuangkan agar dapat selalu siap sedia. Cinta mendalam dan amal perbuatan terbaik tidak akan hadir begitu saja, tetapi merupakan hasil dari tersemainya ilmu pengetahuan. Cinta tanpa ilmu, cinta tanpa hati yang sadar-jaga, layaknya syairnya Muhammad Iqbal, bagai permainan sulap semata. Begitu pun, amal terbaik tanpa dasar ilmu pengetahuan, kebaikan yang dihajatkan tidak mungkin diraih. Amal perbuatan yang didasari ilmu adalah dasar hadirnya kesalehan pribadi dan sosial.
“Di tangan anak-anak,” Sapardi Djoko Damono bersajak, “kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang.” Anak-anak dengan segala keseruan permainannya adalah sumber kegembiraan. Selalu bergembira bermakna bahwa kegiatan yang dilakukan diinsafi layaknya sedang bermain dan berimajinasi. Perbuatan dengan pendekatan permainan yang menstimulus imajinasi adalah kunci kegembiraan. Kegiatan yang layak dijalani dengan gembira adalah kegiatan yang memberi ruang imajinasi, kreativitas, dan strategi yang baik. Tanpa ketiga aspek ini, kegiatan yang dilakukan hanyalah rutinitas tanpa ruh; tanpa daya; tanpa nyawa.
Selalu siap sedia dengan cinta, ilmu, dan amal. Selalu bergembira dengan kreativitas, imaninasi, dan strategi. Selalu bahagia, semoga.